Saya dapat untaian kata-kata ini dari seorang Eva Dwi Kurniawan..
Sungguh menyentuh batin saya hingga saya menangis..
: In memoriam Intan Freatamara
(21 Juni 1988 s.d 21 Oktober 2005)
I
udara senja yang membawakan kabar kepergianmu,
menghentikan sejenak degup jantungku yang selalu berdetak.
air mata tak kuasa kutahan. membanjiri pipi, seperti magma
yang keluar dari letusan gunung berapi.
senja itu, burung hantu yang bertenger di dahan pepohonan,
tak henti-hentinya mengalunkan orkestra yang terdengar sedu.
dan aku tak tahu tentang pertanda yang menungguku di detik waktu kemudian:
tentang kabar kepergianmu meninggalkan kesementaraan dunia yang
pernah kita jadikan tema pembicaraan di awal pertemuan kita.
aku tertegun diam.
mencoba tak berkata.
mencoba menahan air mata yang tak kuasa kuhentikan
ketika berita kepergianmu mendadak aku terima.
bumi seakan bergoncang.
langkahku menjadi gontai seperti menahan banjir tsunami.
pikiranku seakan tak mau menerima kenyataan
bahwa kau memang benar-benar pergi.
kau pergi dalam kesementaraan hidup ini dengan ribuan air mata kami yang menggenang.
kau pergi dengan senyuman
saat semua keluarga, handai taulan, dan sahabat-sahabatmu
ingin tetap mendekapmu.
ingin tetap berbagi ceria dari cerita yang kau alami di sepanjang hidupmu.
kini semua menjadi suram. menjadi hitam.
menggaburkan tawa dengan kesedihan
yang aku sendiri tak tahu kapan akan berakhirnya.
Intan! semoga kau tetap tersenyum di alam sana menyaksikan kami semua!
II
malam yang memburuku dengan hujan badai tak menggoyahkan
keinginanku untuk bertemu dengan tubuhmu
yang sudah terbaring tertutup selimut.
aku melihat kedamaian dari tubuhmu yang terbaring itu.
tak ada kegelisahan.
tak kutemukan kegetiran.
hanya ketenangan.
seperti tidur pulas yang menjauhkanmu dari segala beban.
aku menjadi rapuh, mencoba bersandar pada dinding ketabahan,
mengenang semua kisah yang pernah kita susun bersama.
dan ada tawa disana, ada senyuman disana,
dan ada pertengkaran yang kadang sangat lucu dalam kenanganku itu.
kau tetap menasehatiku dalam keterdiamanmu saat kutatap jasadmu.
kau mengisaratkan kepada kami tentang hidup ini.
tentang ayat-ayat Al Quran
yang terkadang kami simpan di masing-masing laci kami.
dan kau mencoba menyadarkan kami
untuk membuka laci kami kembali yang lama terkunci.
Ya Allah! berilah Intan Freatamara tempat yang nyaman di sisiMu,
karena dia telah menasehati kami dengan kepergiannya menuju pangkuanMu yang Agung.
Amin!
III
aku membaurkan diri dengan ratusan pelayat
yang menggantarkanmu ke singasana keteduhan.
tak ada lagi percakapan diantara kita,
seperti ucapan dukungan yang pernah kauberikan
sewaktu aku mengikuti berbagai macam perlombaan.
hanya ada tatapan kosong sebagai isyarat ucapan
selamat tidur ketika keranda hijau yang mengusungmu itu
semakin cepat mengantarkanmu ke pembaringan terakhir.
aku membendung air mata dengan ketabahan
yang aku bangun dari istigfar yang terus aku lantunkan.
aku mencoba mengkikis keraguan tentang berita kepergianmu
yang terlalu cepat kudengar dengan menerima kenyataan ini
sebagai takdir Ilahi.
kini, sebuah kesunyian mulai aku rasakan selepas kepergianmu
di jum’at itu.
tak kan ada lagi dering telephon yang
mengantarkan suaramu menyapa hari-hariku.
meja, kursi, heandphone, helm, dan sepeda motor yang pernah
kita kendarai berdua, hanya tinggal menyisakan kenangan.
tak lebih dari itu: hanya sebuah film bisu
yang tak lagi bisa diputar ulang.
Intan! instirahatlah dengan tenang! peluklah adikmu erat-erat.
dia tidur disampingmu.
jangan biarkan dia menangis dan terasing disana.
jagalah adikmu.
berikanlah kehangatan yang kau miliki untuknya.
ceritakanlah dongeng-dongeng
yang menarik untuknya seperti yang pernah kau ceritakan padaku
ketika kita masih bisa saling menatap dan bercerita.
Intan! istirahatlah dengan tenang!
Kami selalu mengenangmu.
mengenang tawa dan candamu.
walau tanpa bunga segar yang selalu kami siram di atas nisanmu,
kami akan selalu mengirimkan doa untukmu.
Bangkalan, Oktober 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar